Visual Spatial Learner adalah cara berfikir pada anak dimana anak memproses fakta yang diindra melalui gambar bukan kata-kata dan ditafsirkan dengan gambar juga.
Anak yang berfikir normal biasanya memasukan fakta ke otak berupa kata-kata dan ditafsirkan dengan dengan informasi berupa kata-kata juga baru ditarik sebuah kesimpulan.
Dengan cara berfikir seperti itu anak normal akan bisa membawa proses berfikir ke tahap selanjutnya. Bisa dipakai informasi yang disimpan dalam otak tadi untuk proses bicara, membaca, menulis dan berhitung.
Tidak demikian dengan anak Visual Spatial Learner. Ketika mengindra fakta berupa gambar dan dimasukan ke otak berupa gambar.
Anak-anak Visual Spatial Learner mempunyai memori fotografi sangat kuat. Dia akan merekam fakta apapun dalam bentuk gambar secara detail.
Anak-anak ini juga bisa mengalami blokir auditori. Yaitu seolah-olah telinganya tidak berfungsi ketika mengamati sesuatu.
Ini akan mengakibatkan anak tidak bisa membawa ke tahap berfikir lebih jauh lagi, yaitu berbicara, membaca dan menulis. Sehingga bisa mengakibatkan speech delay, disleksia, disgrafia, diskalkulia.
Speech delay adalah gangguan bahasa berupa lambat bicara. Untuk anak normal untuk bisa bicara maka anak harus memasukan kosa kata baru berupa kata-kata. Sehingga bisa dipakai sebagai informasi pertama untuk kemampuan berbicara, membaca dan menulis.
Kalau anak visual spatial learner yang memasukan fakta berupa gambar maka otak tidak bisa menggunakan informasi tadi untuk tahap selanjutnya yaitu berbicara. Akhirnya anak visual spatial learner mengalami speech delay atau lambat bicara.
Tahap selanjutnya adalah anak akan mengalami disleksia atau lambat belajar. Karena anak mengalami speech delay atau lambat bicara maka otomatis anak akan kesulitan membaca, sehingga akan mengalami lambat belajar.
Karena terganggu proses memasukan fakta baru ke otak. Ini akan mengakibatkan anak lambat membaca dan memahami ilmu-ilmu baru. Sehingga mengakibatkan anak lambat belajar atau disleksia.
Tahap selanjutnya karena anak lambat belajar atau disleksia maka anak-anak Visual Spatial Learner akan mengalami gangguan menulis atau disgrafia. Anak kesulitan menuangkan pemikirannya dalam bentuk tulisan. Sehingga mengalami disgrafia atau gangguan berupa kesulitan menulis.
Dan yang terakhir anak-anak Visual Spatial Learner akan mengalami kesulitan berhitung atau diskalkulia. Karena akan kesulitan memahami konsep dan simbol-simbol angka. Sehingga mengakibatkan gangguan berhitung atau diskalkulia.
Karena bahasa juga terkait dengan problem solving dan interaksi dengan orang lain, maka otomatis anak akan mengalami gangguan dalam kemandirian dan sosialisasi dengan orang lain.
Anak-anak ini susah diajarkan untuk mandiri seperti memakai baju sendiri, makan sendiri, BAB, BAK sendiri. Juga kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain.
Bagaimana cara mengatasinya?
1.Lakukan Terapi Wicara.
Yaitu terapi untuk memperbaiki bahasa anak. Anak dilatih memasukan informasi ke otak melalui pendengaran. Melatih mendengar kata dan kalimat. Ini akan membantu anak untuk menyimpan vocabulari atau kosa kata baru atau informasi pertama pada anak.
Kemudian melatih berbicara dari kata, kalimat sampai memahami makna kalimat. Dengan berbagai varuasi latihan.
Kemudian berlatih membaca dari huruf, kata, kalimat sesuai kemampuan. Dan berlatih menulis baik huruf, kata atau kalimat.
Terakhir dilatih berhitung dengan mengenalkan konsep berhitung dulu baru simbol.
2.Terapi emosi dan sosialisasi dengan terapi behaviour. Melatih anak mengendalikan emosi, dan berlatih bersosialisasi dengan orang lain. Sehingga anak akan bisa bersosialisasi dan mengendalikan emosinya dengan baik.
3.Terapi motorik kasar dan halusnya. Untuk melatih jari-jari tangan anak agar trampil. Agar anak terampil, tekun dan rapi diusia dewasa.
Dan juga melatih motorik kasar anak agar anak terampil menggunakan kaki.Berlari, melompat, dll.
Demikianlah, maka anak Visual Spatial Learnear harus segera diatasi dan dilatih demgan berbagai macam terapi dari usia dini.